Tim Nasional Indonesia menelan
kekalahan terburuk sepanjang sejarah setelah dilumat Bahrain 0-10 di Pra
Piala Dunia 2014, Rabu 29 Februari 2012. Siapakah yang harus
bertanggung jawab?
Tanda-tanda kekalahan Indonesia dari Bahrain
sudah tampak sejak awal pertandingan. Tampil dengan mayoritas
pemain-pemain muda yang minim pengalaman internasional, Indonesia sudah
harus bermain dengan sepuluh pemain sejak menit keempat setelah kiper
Samsidar dikartu merah.
Alhasil kiper pengganti, Andi Muhamad
Guntur, harus menjadi bulan-bulanan pemain Bahrain dan kebobolan sepuluh
kali. Kondisi itu semakin diperburuk dengan diusirnya pelatih Aji
Santoso di babak kedua karena memprotes wasit.
Ini adalah
kekalahan terburuk sepanjang sejarah sepakbola Indonesia. Sebelumnya
kekalahan terburuk tim Merah Putih terjadi saat dilumat Denmark 0-9 pada
laga persahabatan di Copenhagen, 3 September 1974.
Kekalahan Menyedihkan
Kekalahan
telak Indonesia dari Bahrain langsung mendapat respon dari sejumlah
pelaku sepakbola nasional. Mantan bomber Indonesia, Kurniawan Dwi
Julianto, menegaskan dirinya sedih dengan kekalahan yang diterima
Ferdinand Sinaga dan kawan-kawan.
"Jujur, saya kecewa dengan
melihat hasil ini. Sebagai mantan pemain timnas, tentu saya sedih. Namun
sebagai pecinta timnas, saya harus tetap mendukung para pemain," ujar
Kurniawan kepada VIVAbola.
Hal senada juga diungkapkan mantan
gelandang Indonesia, Fachry Husaini. Meski sedih, Fachry meminta
masyarakat Indonesia untuk tidak melimpahkan kesalahan pada pemain dan
pelatih Aji Santoso.
"Saya sedih padahal timnas sempat memiliki
tren yang bagus. Tapi, coach Aji jangan dijadikan sasaran tembak. Dia
telah melakukan yang terbaik. Namun, dia memang terlalu berani
menurunkan pemain dalam pertandingan ini," kata Fachry.
Dualisme Kompetisi
Pelatih
Aji Santoso memang terpaksa menurunkan pemain yang minim pengalaman.
Hal itu menyusul keputusan PSSI yang melarang pemain dari Indonesia
Super League (ISL) memperkuat Timnas Indonesia. Praktis Aji hanya bisa
mengandalkan pemain-pemain terbaik dari Indonesia Premier League (IPL).
Kondisi
tersebut sangat merugikan Indonesia. PSSI bisa saja berdalih mereka
hanya menjalankan Statuta yang melarang pemain dari kompetisi luar
membela Timnas. Namun, hal tersebut tidak berlaku buat Federasi
Sepakbola Malaysia (FAM) yang tetap memainkan Mohd Safee Sali meski sang
striker saat ini memperkuat Pelita Jaya FC di kompetisi ISL.
Safee
tetap bisa memperkuat Malaysia saat bermain imbang 1-1 melawan
Filipina, Rabu 29 Februari 2012. Bahkan Safee menjadi kreator gol
penyeimbang tim Harimau Malaya yang dicetak oleh Shakir Ali di pengujung
pertandingan.
Keputusan FAM untuk tetap memainkan Safee didasari
pernyataan Sekjen AFC, Alex Soosay, yang mengatakan bahwa Safee masih
bisa memperkuat timnas Malaysia hingga PSSI memecahkan persoalan ISL
hingga 22 Maret 2012.
Situasi tersebut yang tidak dilakukan PSSI
di bawah kepemimpinan Ketua Umum PSSI, Djohar Arifin Husin. PSSI tetap
berpegang bahwa menggunakan pemain dari ISL melanggar Statuta. Terlebih
hingga kini PSSI tidak mengeluarkan klub-klub ISL dari keanggotaan
mereka.
Nama-nama pemain gaek seperti Firman Utina, Bambang
Pamungkas ataupun Cristian Gonzales memang sudah saatnya diganti. Namun,
kita tidak bisa menutup mata kalau talenta muda terbaik Indonesia
sebagian besar berada di ISL.
Pemain muda seperti Titus Bonai,
Patrich Wanggai, Ramdani Lestaluhu, Oktovianus Maniani dan kiper Kurnia
Meiga pantas mengenakan seragam Merah Putih.
Tanggung Jawab
Banyak
pihak menyayangkan sikap PSSI yang melarang pemain-pemain ISL membela
Timnas hingga akhirnya dilumat Bahrain 0-10. Salah satu pernyataan keras
datang dari mantan pelatih Timnas Indonesia, Benny Dolo.
Pelatih
yang akrab disapa Bendol tersebut menyesalkan sikap PSSI yang tidak
memperjuangkan pemain-pemain ISL membela Timnas, layaknya yang dilakukan
FAM terhadap Safee. Bendol juga menilai PSSI harus bertanggung jawab
atas kekalahan memalukan dari Bahrain.
"Para pengurus harus
bertanggung jawab, karena mereka mengemban amanat bangsa Indonesia.
Kekalahan melawan Bahrain ini mencoreng nama kita di pentas sepakbola
Internasional. Kita seperti bunuh diri," tegas Bendol.
Fachry
Husaini juga meminta PSSI untuk bertanggung jawab atas kekalahan dari
Bahrain. Mantan pelatih Bontang FC itu juga meminta PSSI segera
menyelesaikan dualisme kompetisi yang telah berimbas negatif ke prestasi
Timnas.
"Kekalahan ini juga menjadi tanggung jawab pengurus.
Kekalahan ini akan tertulis di media-media Internasional. Kita
seharusnya berkaca dan berinstropeksi. Apakah sikap yang diambil itu
menguntungkan atau tidak. Imbas dualisme ini telah menjalar ke segala
aspek dan berdampak ke Timnas," cetus Fachry.
VIVAbola
sendiri telah berusaha menghubungi Ketua Umum PSSI Djohar Arifin Husin
untuk meminta tanggapan, baik lewat telepon dan pesan singkat. Namun,
hingga artikel ini diturunkan, Djohar tidak bisa dihubungi.
Rekor Baru Timnas yang Menyedihkan
06.22 |
Langganan:
Posting Komentar (Atom)








0 komentar:
Posting Komentar